Senin, 12 Agustus 2013

Setahunku di Kota ini - Part 3 "Kesedihanku"

Selesai belajar dan mengerjakan PR sekolah aku duduk diruang tamu sendirian. aku selalu duduk di sana, karena di sana dekat dengan pintu kamar tante dan pamanku. Mereka dan anak-anak mereka suka berkumpul di kamar tante. Bercerita dan tertawa bersama di kamar itu. Aku pengen bergabung tapi aku cuman penumpang disini. Aku lihat kak Angsa keluar dari kamar ortunya dan menuju kamarnya. Kemudian kak Angsa kembali lagi ke kamar ortunya dengan membawa banyak coklat batangan. Aku melihatnya dan dia juga sepertinya sengaja memperlihatkan coklat itu sama aku, tapi cuman dikasi liat saja dan tidak diberi. Sudah lama aku tidak makan coklat semenjak pindah ke sini. Aku dengar tawa mereka di dalam kamar itu.

Tidak lama kemudian ada orang lain datang mengetok pintu. Ternyata uwakku dan anak-anaknya dari medan datang untuk bertamu. Paman dan tanteku keluar dari kamarnya dan mempersilahkan Uwak duduk di ruang tengah, karena saudara sendiri anak-anak uwak suka-suka bermain dimana saja. Tiba-tiba lampu mati, ternyata listrik waktu itu padam.
Angsa :"Capung!! ambilkan lilin di dapur!"
Capung :"Kak, capung takut, di dapur gelap, temanin lah kak"
Angsa :"gak apa-apa, gak ada apa-apa disana, gak ada hantu"
Capung :"gak kelihatan apa-apa kak, temanin lah kak"
Angsa :"sama aja donk, nanti aku juga yang ngambil, uda sana ambil!!"
Capung :"takut kak"
Angsa :"ish, malas bilang, alasan saja!!"

Kemudian kak Angsa mengambil lilin itu sendirian ke dapur. Aku beneran takut sendirian di tempat gelap. Apalagi kalau lama-lama di tempat gelap rasanya sesak dadanya. Semua orang pada berkumpul di ruang tengah dengan cahaya dari lilin.
Angsa :"Capung sana tidur! besok kesiangan masuk sekolah"
Capung :"masih jam 8 kak"
Angsa :"dibilangin ngelawan aja"
Capung :"gelap di kamar kak, capung bawa lilin satu ya kak"
Angsa :"biar terbakar kamarnya, jangan dibawa lilinnya ke kamar! kan masih ada cahaya dari sini ke kamar, buka aja pintu kamarnya, gak ada hantu yang mau gangguin kamu disana"
Anak1 Uwak :"Yang ada hantu yang takut kamu"
Anak2 Uwak :"Uda gede aja masih penakut"
"Hahaha.." tawa mereka semua.
Aku pun pergi ke kamar dengan hati berat. Memang cahaya lilin dari ruang tengah masuk ke kamar tapi cuman sedikit. Entah kenapa aku penakut saat gelap. Aku masih mendengar suara-suara mengobrol mereka.
Tante :"Capung itu pemalas ya"
Uwak :"iya?"
Tante :"kalau disuruh aja baru dikerjakan"
Uwak :"ish, gak kayak anakku ya, gak disuruh tau dia apa yang dikerjakan"
Tante :"iya, anakmu rajin kali, gak kayak capung, penakut dan malas pula"
Uwak :"iya, tadi aja disuruh ngambil lilin aja gak mau"

Aku sedih dan menangis sendirian di kamar yang gelap mendengar percakapan mereka tentangku. Apa mereka sengaja bercerita seperti itu agar aku dengar atau mereka pikir aku sudah tidur jadi bercerita tentangku dibelakangku. Aku orang baru di rumah ini, aku juga baru gede, aku gak tau apa yang mesti ku kerjakan di rumah ini. Seharusnya ada orang yang mengajariku, bukan langsung menyuruh dan memerintahku. Aku bukan pembantu di rumah ini. Apa karena aku diberi uang jajan seribu sama tante makanya aku diperlakukan seperti pembantu. Diberi pun waktu sekolah saja, tidak waktu liburan sekolah. Aku sudah mengerjakan apa yang mereka perintahkan, tapi kenapa mereka masih bilang aku pemalas.

***

Pagi dihari minggu, untuk yang lain mungkin bersantai. Tidak untukku, semenjak tukang cuci baju tidak bekerja lagi di rumah tante, aku menyuci bajuku sendiri. Baru kali ini aku menyuci baju. Aku belajar sendiri menyuci baju, tanpa diajarin siapa pun. Selesai menyuci seragam dan pakaianku sehari-hari, aku duduk santai di depan TV yang sudah ada bang Beruang dan jentik berada di sana. Aku tertawa karena siaran di tV waktu itu tentang komedi. Tiba-tiba bang Beruang menukar channel tv menjadi siaran berita, padahal acara komedinya lagi lucu-lucunya. Sampai beberapa waktu aku bosen mendengar acara berita. Aku masuk kedalam kamar. Lalu aku dengar dalam kamar channel acara komedi kembali di tonton bang Beruang. Aku pun keluar dan kembali duduk menonton tv, tapi kembali bang Beruang mengganti channel tv menjadi berita. Dari situ aku tau kalau bang Beruang tidak suka aku menonton tv. Aku sedih sekali, dihari biasa aku tidak boleh nonton tv tapi di hari libur pun aku tidak bisa menonton tv. Aku tidur-tiduran di kamar, sambil berfikir 'kapanlah aku bisa kembali bersama keluargaku, aku kangen banget'.

Telepon rumah berdering dan tak lama kemudian kak Angsa memanggilku. Ternyata telepon itu untukku, aku bingung siapa yang meneleponku. Aku terima teleponnya dan ternyata ayah yang meneleponkku. Padahal baru tadi aku teringat dengan keluargaku, sekarang ayah yang meneleponkku. Aku sedih banget, rasanya ingin meluapkan beban di hati ini. Aku gak boleh nangis, nanti ayah khawatir lagi. Ayah menanyakan kabar tentang aku. Aku bercerita yang baik-baik tentang keadaan di rumah ini dan tentang sekolah. Aku hampir saja menangis tapi untung ayah tidak merasakannya. setelah telepon di tutup, aku masuk kamar dan menangis sepuasnya dibalik bantal.

"Capung!" kak Angsa memanggilku. Aku menghapus air mataku dan keluar kamar menuju asal suara yang memanggilku.
Capung :"iya kak, ada apa?"
Angsa :"ambilkan jarum jait di lemari dapur"
Kak angsa memegang bajunya yang robek. Aku pun mencari jarum jait di lemari, tapi tidak ketemu.
Capung :"kak jarumnya gak ada"
Angsa :"masa sih gak ada, kayaknya kemaren aku baru jait jarumnya aku letak di sana"
Capung :"betul kak, gak ada"
Angsa :"coba cari lagi"
aku pun mencari lagi di lemari dapur, sampai ke kolong lemari aku cari, takutnya jarumnya jatuh ke bawah, tapi tetap saja gak ada. Aku pun mulai takut, takut dimarahin kak Angsa karena gak menemukan apa yang di perintahkannya.
Capung :"kak... gak ada lah..."
Angsa :"Aduh... capeknya nyuruhmu yah, kau malas kali nyarinya"
Capung :"aku lihat dimana-mana gak ada kak"
Angsa :"buta kali ya, masa gak kelihatan jarumnya, kalau ada kayak mana!"
Aku hanya diam. Kak Angsa mencari ke lemari dapur, lama sekali dia mencari. Ternyata tidak ada jarumnya di lemari itu. Pergi dia ke kamar, dia menemukan jarum jaitnya di lemari pakaian dia. Dia lupa meletakkannya, kalau kemaren dia selesai menjahit meletakkan jarumnya di lemari pakaiannnya. Setelah menemukan jarunnya dia mulai menjait, tak selintas kata untuk meminta maaf padaku karena sudah memarahiku dan mengejekku. Dia hanya pasang muka pura-pura tidak melihatku. Apa dia tidak tau malu, kesalahan dia sendiri tapi memerahiku seakan aku yang bersalah.

***

Aku merasa perutku tidak nyaman, aku pergi ke kamar mandi untuk membuang air kecil. aku lihat celana dalamku ada darah. Aku kaget, apa ini yang namanya halangan. Guru SD-ku pernah menjelaskan kesuburan pada wanita. Segera aku menjumpai kak Angsa.
Capung :"kak, sepertinya aku mens kak, kayak mana nih kak?"
Angsa :"pakai pembalutlah"
Capung :"aku gak ada nyimpan kak, boleh pinjam punya kakak gak?"
Angsa :"pembalutku lagi habis"
Aku kebingungan karena sepertinya bertambah banyak darah yang keluar. Aku mau pinjam uang dulu sama kak Angsa tapi nanti gak bisa ngegantinya. Harga pembalut mahal gak ya... Tapi kenapa kak Angsa gak nawarin untuk beli pakai uang dia dulu. Aku harus gimana nih. Aku pun pergi dari hadapan kak Angsa. Tapi kemudian kak Angsa memanggilku dan membawa kain bekas pakaian yang tidak dipakai lagi tapi masih bersih. Dilipat-lipatnya kain itu dan kemudian menyuruh aku memakai itu untuk dipakai pengganti pembalut. Aku sedih sekali, coba bundaku ada di sini sekarang pasti tidak seperti ini sekarang. Karena pakai kain jadi sering tembus dan aku pun harus sering ganti dan menyucinya kembali. Apalagi waktu belajar di sekolah rasa risih dan malu karena sering tembus.

Mengambil pelajaran dari bulan yang kemaren menggunakan kain, Akhirnya aku putuskan menabung untuk membeli pembalut. Aku pergi ke warung untuk membeli pembalut, uang yang aku bawa cuman sedikit, aku takut harga pembalut mahal. Aku berpikiran pembalut mahal karena kak Angsa tega memberiku kain dari pada membelikan uangnya untuk pembalut.
Capung :"bu... mau beli pembalut"
Penjual :"mau yang merek apa?"
Capung :"yang murah yang mana bu?"
Penjual :"yang ini, harganya tiga ribu"

Barulah aku bernafas lega, ternyata pembalutnya tidak mahal harganya. Aku tidak usah menggunakan kain lagi. Sekarang aku membeli pembalut menggunakan uang tabunganku sendiri.

***

Aku merasa badanku kurang sehat. Aku merasa dingin sekali, jadi aku tiduran di kamar agar saat bangun badanku segar kembali. Bang Beruang memanggilku dari luar kamar, "Capung, belikan abang rokok di warung, ini uangnya" katanya sambil memberi uang. Aku pun berjalan menuju warung. Pada saat itu angin sore kencang sekali, menambah badanku semakin menggigil. Setelah aku membeli rokok aku kembali ke rumah. Saat berjalan menuju rumah aku tidak berhati-hati memegang uang kembaliannya, sehingga uang recehannya berjatuhan kemana-mana. kemudian aku kutipin uangnya, aku hitung lagi, ternyata kurang jumlahnya. Koinnya kurang lima ratus rupiah lagi, aku mencari-cari sekitar situ sambil meraba-raba rumput di pinggir jalan. Aku melihat di depan aku ada seseorang. Saat aku lihat ke atas ternyata Tirex.
Tirex :"sedang apa?"
Capung :"cari koin lima ratus, tadi jatuh dekat sini"
Tirex pun membantuku mencari uang koin itu. Tapi tidak ketemu juga. Dia menyerah mencarinya.
Tirex :"mungkin menggelinding ke got di situ" tirex menunjuk ke arah got dekat situ.
Capung :"ya... gimana nih"
Aku mendekat ke got dan mau memasukkan tanganku ke got untuk mencari koin itu. Tapi tirex menarik tanganku. Dia melihatku dengan mengerutkan keningnya. Dan kemudian memegang keningku.
Tirex :"Kamu sakit ya, badan kamu panas"
Capung :"gak, memang kayak gini suhu badanku, panas ya hehehe"
Tirex :"pura-pura gak sakit, sudah sana pulang, di luar dingin"
Capung :"aku cari dulu koinnya, itu uang kembalian beli rokok bang Beruang"
Tirex :"cuman lima ratus rupiah, apa dia marah kalau uangnya hilang?"
Capung :"gak marah, tapi aku malu, nanti dikirannya aku mencuri uangnya, nanti dia bilang cuman alasan aja jatuh koinnya"
Tirex :"segitunya?"
Capung :"soalnya sering uang recehan milik tante di rumah hilang, mereka sepertinya menuduhku, walaupun tidak bilang secara langsung sama aku tapi mereka melihatku dengan sinis seakan menuduhku dan menyindirku, padahal aku tidak pernah mencuri"
Tirex :"Aku paham sekarang, gimana keadaan kamu saat di rumah itu"
Tirex melihat ke arah mataku. Aku menunduk dan menahan tangis. Aku mau mencari lagi koin itu di got. Tapi tirex lagi-lagi menarikku. Diberikannya uang koin lima ratus.
Tirex :"ini, pakai uang aku saja"
Capung :"besok pagi aku ganti ya"
Tirex :"gak usah diganti, cuman lima ratus rupiah"
Bagi Tirex mungkin itu uang tidak seberapa, tapi bagiku itu separuh dari uang jajanku.
Capung :"tetap akan aku ganti, makasi ya udah minjamin"
Aku bergegas kembali ke rumah. Tirex berteriak "Jangan Lupa Makan Obat Ya!". Ternyata tirex teman yang perhatian juga.

Sesampainya di rumah, aku memberikan rokok dan kembalian uang bang Beruang. Bang beruang berkata "Lama banget! beli rokok di warung aja kayak beli di ujung kulon". Aku kira dia mau mengucapkan terima kasih, tapi malah kekesalannya yang aku dengar.

Aku menuju kamar. Aku melihat ada kak Angsa sedang membereskan baju-bajunya. Aku bingung, aku bilang gak kalau aku sedang sakit, aku takutnya dia marah. Tapi kalau aku gak bilang nanti aku gak dapat obat.
Capung :"kak angsa"
Angsa :"ya"
Capung :"kayaknya aku lagi sakit demam"
Angsa :"belilah sana obat, di warung sana, nama obat demamnya panol"
Nyuttt... rasanya sakit banget hati ini. Saat aku sakit pun aku disuruh beli obat sendiri. Mana ada uangku untuk beli obat.

Aku berjalan menuju dapur, mengambil air minum hangat. Aku minum air hangat sampai beberapa gelas. Aku harus sehat kembali, aku gak mau sakit. Kemudian aku makan sore sebanyak-banyaknya. Kemudian kembali ke tempat tidur. Semoga bangun tidur nanti badanku sehat kembali.

***

Bersambung ke : Setahunku di Kota ini - Part 4 "Dino Suka Capung"

0 komentar:

Posting Komentar